Jumat, 27 Februari 2015

Paman temanku tentara yang gay (2)

"Ngapain kalian di sini? Ngerokok ya?" tuduh satpam itu dengan nada keras.
"Sudah kubilang Pak, mana mungkin ngerokok di sekolah?" jawab Prasojo ketus. "Udah digeledah juga kan akunya? Mana rokoknya?
"Jangan bohong!!! Pasti dibawa temanmu!" Satpam itu rupanya keras kepala juga. "Ayo sini keluar!!!" Aku diseret satpam itu keluar; untungnya bajuku sudah cukup rapi. "Mana rokoknya???"
"Rokok apaan Pak?" tanyaku. "Aku tidak merokok."
"Bohong!!! Cepat serahkan rokoknya!"
"Ada apa ini?" sebuah suara berat terdengar. Rupanya Tri sudah merapikan diri pula. Ia pun keluar dengan membusungkan dada, bergaya khas tentara. Gaya itu rupanya cukup membuat keder si satpam, bahkan ia langsung memberi hormat. "Siap komandan! Saya mencurigai dua anak ini merokok di lingkungan sekolah Ndan!"
"Mana buktinya?" tanya Tri balik. Satpam itu gelagapan. "Mana rokoknya? Saya dari tadi di toilet ini dan tidak mencium bau rokok. Kamu jangan asal tuduh aja ya!" Nada suaranya mulai naik, berlagak menggertak. "Kamu tahu saya ini siapa, hah??!!" Satpam itu hanya terdiam di tempat sambil tertunduk malu. "Mau saya hajar kamu?!"
"Ampun Ndan, saya mengaku salah!" ujar satpam itu ketakutan. "Anak-anak biasanya sembunyi-sembunyi merokok di toilet, dan tidak ada yang mau mengaku kalau ditanyai!"
"Ya tapi bukan berarti semua yang masuk toilet berarti merokok! Goblok kau!!" sergah Tri marah. "Kau mau dihukum ya?!"
"Ampun Ndan..." Mendadak Tri maju dan berdiri di belakang satpam itu, lalu memitingnya. "Aaahh...," satpam itu mengerang kesakitan. Ia meronta-ronta, namun Tri mengunci badan satpam itu, membuatnya tidak bisa melepaskan diri. Apalagi tenaga Tri sebagai seorang tentara jelas lebih besar daripada satpam itu. "Bro, geledah dia!" perintah Tri. "Jangan-jangan justru dia yang bawa rokok!" Awalnya aku agak ragu, namun melihat Tri memerintahku sekali lagi dengan kepalanya, aku pun melakukannya. Awalnya kucek kantung bajunya, tidak ada kotak rokok di sana. Di saku celananya... Dari depan kuraba-raba, ada sesuatu yang menonjol di saku kanannya. Kurogoh ke dalam, ternyata hanya dompet. Iseng kurogoh-rogoh saku celana kirinya agak dalam hingga menyentuh kontolnya. Satpam itu sedikit berontak ketika kontolnya kusentuh, namun Tri dengan cepat menendang kakinya menyuruhnya diam. Tinggal satu lagi yang belum kuperiksa: kantung celana belakangnya...

"Wah apa ini ya?" ujarku. Di saku belakangnya ada satu dompet lagi yang lebih tipis. Saat kubuka, ternyata isinya kondom. "Wah wah wah, kau pingin 'merokok' yang lain ya," ujar Tri menuduh. "Ampun Ndan, saya tidak tahu maksudnya Ndan," jawab satpam itu. "A lah, sudah jangan bohong! Kau homo juga kan? Bro, coba kau rangsang dia, ngaceng tidak!"
"Tapi..."
"Sudah lakukan saja! Dia pasti bawa kunci, kunci dulu toilet ini!" Memang saat itu aku melihat segerombol kunci di saku belakang celana satpam itu, maka kuambil dan kukunci toilet itu dari dalam. "Pras, kau pegangi kakinya!" Herannya Pras pun menuruti perintah pamannya dan memegangi kedua kaki satpam itu. "Ndan saya mau diapakan?" tanya satpam itu cemas. "Diam saja kau kalau ingin selamat!" ancam Tri. "Kalau kau sampai berteriak, kubunuh kau!" Satpam itu memekik ketika sesuatu yang tajam menusuk punggungnya, dikiranya itu pisau padahal hanya jari Tri. "Buka kedua kakinya Pras." Pras pun membuka kaki satpam itu sehingga tersedia ruang cukup lebar bagiku. "Rangsang kontolnya Bro. Aku mau tahu dia ngaceng atau tidak."
Aku pun memulai aksiku. Awalnya agak canggung karena itu satpam sekolahku yang terkenal cukup galak, namun dalam hati aku agak geli juga karena satpam itu takut sekali pada Tri. Tanpa pikir panjang aku pun menggenggam kontol satpam itu dan meremasnya. Awalnya satpam itu meronta-ronta, namun dengan tusukan palsu Tri, akhirnya satpam itu pun diam. Kontol satpam itu cukup besar, namun kukira yang besar adalah bola zakarnya. Batangnya agak kecil menurutku kalau dibandingkan punya Tri dan Pras, tapi tak apa lah, kapan lagi aku bisa menikmati kontol orang lain, bahkan satpamku yang galak itu. Namun setelah beberapa lama, batang kontolnya tak kunjung mengeras. "Lembek nih," ujarku. "Hei, kau impoten ya," ujar Tri. "Nggak Ndan! Saya bisa ngaceng!"
"Mana, lemas gitu!" Tri pun melepaskan salah satu kunciannya dan meremas kontol satpam itu agak kasar, membuat satpam itu mengerang. "Apa ini, lembek sekali! Kau ini cowok bukan!"
"Saya ngacengnya kalau nonton film Ndan!"
"Film apa? Bokep? Cowok cewek?" Satpam itu tidak menjawab, sepertinya ia malu membuka rahasianya. "Jawab!!!" ancam Tri sambil meremas kuat-kuat kontol satpam itu. "Aaaaahhh..." Saat itu aku melihat kontolnya mulai ngaceng. "Oooo aku tahu sekarang, kau rupanya hanya ngaceng kalau disiksa ya!" ujar Tri. "Kau suka disiksa, hah?! Jawab!!!" Satu lagi remasan kuat pada kontolnya. Ajaibnya, kontolnya justru ngaceng! "Bro, siksa dia!"
"Eh? Aku?"
"Ya iya lah, masa si Pras, mana berani dia!"
"Eh Paman, sudah lah, toh kita ya nggak melakukan yang dituduhkannya," ujar Pras. "Bisa runyam nanti masalahnya..."
"Jangan takut, dia harus dihukum biar nggak sembarangan nuduh! Kalau kalian diancam, bilang saja padaku, kuberi pelajaran dia nanti!" Satu lagi remasan kontol pada satpam itu. "Ayo Bro!"

Aku belum pernah menyiksa seseorang sebelumnya, namun sesekali aku pernah melihat videonya di Internet, dan kadang aku pingin coba juga. Aneh juga melihat seseorang bisa ngaceng kalau kontolnya disiksa. Pras berhenti memegangi kedua kaki satpam itu; ia sepertinya pasrah pada apa yang akan terjadi padanya. Bahkan Tri pun melepaskan kunciannya. Satpam itu kini berdiri tegak di hadapanku. Diapain dulu ya...
Tanpa pikir panjang aku mengepalkan tanganku dan meninju kontolnya. Satpam itu terhentak dan mengerang pelan. Aku duduk di hadapannya hingga kontolnya ada berada sedikit di atas kepalaku. Kuperlakukan seperti sansak tinju, kupukul berulang-ulang kontol satpam itu hingga satpam itu terengah-engah. Kuberikan sedikit waktu untuknya beristirahat sebelum sesi berikutnya. Kali ini Tri membantuku dengan menjaga tubuh satpam itu tetap berdiri tegak, karena tiap kali kuhajar kontolnya satpam itu refleks memegangi kontolnya. Kali ini tidak ada lagi yang melindungi kontolnya, maka... Kutendang dengan sepatu ketsku. Awalnya kutendang seperti menendang bola, dan memang bola kontolnya yang kutendang. Berikutnya, kupraktekkan sedikit jurus tendangan karate yang kupelajari iseng-iseng dari Internet. Tendangan ketiga kugunakan ujung sepatuku. Tiga tendangan berturut-turut itu sepertinya menguras habis tenaga si satpam, keringatnya bercucuran membasahi tubuhnya, dan entah kenapa aku jadi terangsang kembali. Kupegang kontolnya dan ternyata batangnya sudah sekeras kayu. "Mau diterusin atau mau dikeluarin nih?" tanyaku pada diriku sendiri. "Udah keras kah Bro?" tanya Tri. Tanpa menunggu aku menjawabnya, ia pun menjamah dan meremas keras kontol satpam itu, membuatnya mengerang lagi. "Wah mantap nih. Terserah dia dah. Mau diterusin atau dikeluarin?"
"Terusin dikit lagi Ndan...," rintih satpam itu. "Enak..."
"Wogh dia kecanduan gayamu Bro!" puji Tri. "Lanjutin gih! Ngaceng juga aku dibuatnya!"
Maka aku pun melanjutkan permainanku, walaupun jujur saja aku kehabisan akal. Akhirnya kugunakan ingatanku sebisanya, mengingat-ingat film atau kejadian apa saja yang berhubungan dengan serangan pada kontol. Kebanyakan berhubungan dengan pukulan, namun gerakan yang paling kusuka adalah ketika aku berdiri, menggenggam kontol satpam itu, dan menariknya ke atas. Satpam itu berjingkat sambil mengerang kesakitan. Kontolku berdenyut-denyut melihat reaksi satpam itu, tak terasa precum pun mulai membasahi celanaku. "Sudah cukup Bro, sekarang puaskan dia," ujar Tri. "Kasihan."

Maka kuelus-elus kontol satpam itu yang masih meringis kesakitan. Aku nekad menciumnya, entah keberanian dari mana datangnya, dan ajaibnya satpam itu membalasku. Kubuka perlahan celananya sampai kudapatkan kontolnya. Bola-bolanya sepertinya bengkak dan berdenyut panas ketika kupegang, satpam itu pun meringis kesakitan. Maka hanya kugenggam kontolnya dan kukocok perlahan-lahan untuk menghilangkan sakitnya sambil tetap menciumnya. Aku bisa merasakan kontolku juga dimainkan, namun aku tak tahu siapa yang memainkannya karena aku sibuk dengan satpam sekolahku. Aku mengerang dalam ciumanku ketika seseorang menjilati kontolku dan menghembusinya dengan nafas hangat; kontol satpam itu mulai mengeluarkan precum yang kujadikan pelumas untuk mengocoknya. Kusempatkan melihat siapa penghisap kontolku, dan aku agak terkejut. Ternyata si Pras! Kukira ia bukan gay, tapi ternyata ia mau juga menghisap kontolku, dan hisapannya cukup mahir. Tri sendiri kulihat juga kembali terangsang dan sedang mengocok kontolnya sendiri; aku bisa melihat kontolnya mulai mengilat oleh precumnya. Kulanjutkan kocokanku, satpam itu menikmatinya untuk beberapa saat sebelum ia mengerang kesakitan kembali. Ternyata Tri kembali meremas kedua bola zakar satpam itu, sambil berusaha memasukkan kontolnya ke pantat si satpam. "Ooookkhhh sempitnya pantatmuuu... belum pernah dientot yaahhh...," desau Tri dengan nafas beratnya. "Belum Ndan... Aaaakh..." Blesss... kontol Tri dengan kejamnya menghunjam pantat si satpam sampai masuk seluruhnya. Seakan tahu peranku, aku pun semakin gencar mengocok kontol si satpam untuk meredakan sakit pada pantatnya. Tri pun mengentot satpam itu tanpa ampun, karena tadi ia belum muncrat sama sekali. "Aaaahhh Praaasss... hisapanmu enak banget..."
"Kau suka Bro?" tanyanya sambil mengelus-elus kepala kontolku, membuatku kelojotan. "Suka banget Pras... tak kuduga kau mau menghisap kontolku..."
"Kelihatannya enak Bro, dan ternyata memang enak..." Tanpa berkomentar lagi ia kembali memasukkan kontolku ke mulutnya dan menghisap-hisapnya. "Oooohhh..." Aku seakan-akan berada di langit tertinggi: kontolku dihisap sahabatku sendiri dan aku sedang memainkan kontol satpam sekolahku yang galak itu, yang saat ini juga sedang dientot seorang tentara. Lengkap rasanya, tapi akan lebih lengkap lagi kalau pada muncrat...

Sodokan demi sodokan kontol Tri pada pantat satpam itu sesekali menyentuh prostatnya, membuatnya merem melek. Belum lagi kontolnya mendapat servis dariku, dan Tri pun memainkan puting susu si satpam, rupanya membuat si satpam tidak tahan lagi. Nafasnya mendadak menderu, dan ia melenguh panjang. "Oooooohhhhh....." Kuremas kedua bola zakarnya dan kupegang pangkal kontolnya kuat-kuat sambil kuarahkan menjauh dariku agar spermanya tidak mengotori bajuku maupun Pras. Satu detik kemudian... Crooottt... Tembakan pertama si satpam jauh sekali sampai mengenai dinding toilet, dan... berhenti. Aku agak heran dibuatnya, kok hanya sekali tembak... Kukocok kuat-kuat kontol satpam itu, dan erangan panjang kembali keluar dari mulut si satpam. "Ooooohhhh..." Tembakan kedua nyaris mengenai Pras, aku lupa mengarahkan kontolnya menjauh. Aneh sekali, pikirku, mirip senjata saja harus dikokang dulu. Maka kukocok-kocok kontolnya dan satpam itu pun menembakkan spermanya. Tujuh tembakan berikutnya benar-benar menguras habis persediaan spermanya, bahkan setelah kuperas buah zakarnya. Tak lama kemudian, kudengar erangan Tri menunjukkan ciri-ciri yang sama. "Aku mau keluaaaarrr.... Aaaaahhhh..." Badannya sedikit bergetar, namun kutebak ia sudah mulai muncrat di dalam pantat si satpam. Si satpam tidak bereaksi apa-apa. Setelah Tri bisa mengendalikan badannya, ia menciumi leher satpam itu. "Nah, kalau nurut enak kan?" Satpam itu hanya mengangguk. "Bro, kau sudah muncrat?"
"Dikit lagiii...," jawabku bergetar. Pras rupanya ikut bersemangat mengetahui dua orang sudah muncrat, maka ia menggenjot kontolku kuat-kuat, bahkan ia ikut meremas-remas bola zakarku. "Praasss... awaaasss... aku mau muncraaattthhh... Hhhhhh...." Aku takut aku muncrat di dalam mulutnya, namun ia tidak kunjung mengeluarkan kontolku dari mulutku, malah semakin asyik menghisapnya. "Aaaaahhhh..." Akhirnya aku pun muncrat di dalam mulut Pras. Hanya empat tembakan karena sebelumnya aku sudah muncrat di dalam pantat Tri, namun semua spermaku ditelan Pras. "Makasih Pras, kau sahabatku yang terbaik..." Tak sadar air mata meleleh di mataku. "Tak apa Bro, ini gunanya sahabat kan?" ujar Pras sambil menghapus air mataku dan memelukku. Rasanya hangat sekali, dan aku luar biasa bahagianya bisa dipeluk Pras. "Pras kau belum keluar kan? Kukeluarin yah..."
"Nggak usah Bro, tadi aku kan udah keluar."
"Tapi kau masih tegang gini Pras... nanti sakit lho!" Tanpa menunggu persetujuannya, ganti aku menghisap kontolnya, dan Pras kini tak menolak sama sekali. Kuberikan hisapan terbaikku, dan Pras meracau selama hisapanku itu, seringnya memanggilku. Tak terlalu lama ia pun muncrat, dan dengan senang hati kutelan seluruh spermanya tanpa bersisa.

Sejak saat itu, aku menjadi semakin erat dengan Pras, walaupun ia masih suka dengan cewek. Sesekali kami  memadu kasih, walaupun ia tak mau disodomi dan menyodomi aku. Cukup lah bisa menghisap kontolnya dan dihisap olehnya... Selama pamannya masih dinas di sini, sesekali kami main bertiga, dan aku lebih sering disuruh berlagak sebagai atasan Tri yang kejam serta suka menyiksa. Tri rupanya juga suka disiksa, mungkin akibat pengalaman pribadinya saat jadi taruna dulu. Jika bermain denganku saja, Tri lebih suka dientot. Sesekali satpam sekolahku juga minta jatah padaku, dan kulakukan selepas pulang sekolah. Tentu saja, ini menjadi rahasia kami berempat, dan semuanya berkat paman temanku tentara yang gay.





Sumber


Tidak ada komentar:

Posting Komentar