Jumat, 27 Februari 2015

Paman temanku tentara yang gay (1)

Kisah ini terjadi sewaktu aku masih kelas sebelas. Aku bersabahat karib dengan, sebut saja Prasojo. Aku sendiri orangnya pendiam dan Prasojo luar biasa cerewetnya untuk ukuran laki-laki (tapi dia tidak sissy). Entah kenapa aku bisa cocok dengannya. Prasojo murah senyum, suka bercanda, dan pengetahuannya luas. Aku suka mendengarkan ceritanya tentang apa saja, bahkan sampai ke urusan cintanya. Yah, sayangnya ia sepertinya tidak tertarik denganku untuk urusan percintaan, karena ia berpacaran dengan cewek dari kelas sepuluh. Orangnya memang tampan. Aku sendiri berkaca mata, kurus, tidak suka olah raga, well, kau bisa bayangkan aku mirip Nobita. Tidak menarik kan? Sudah gitu, aku gay pula. Lengkap sudah penderitaanku, karena jarang sekali yang mau berpacaran denganku.

Sampai pamannya Prasojo datang.

Prasojo tidak pernah cerita tentang pamannya sampai suatu hari saat pulang sekolah ia menyuruhku untuk jangan pulang dulu. Lho kenapa? "Mulai hari ini aku dijemput pamanku. Kau ikut saja! Toh rumah kita sejalan kan?" Biasanya memang aku dan Pras (panggilanku padanya) pulang naik angkot bersama, maklum kami agak kurang beruntung untuk bisa punya motor sendiri.
"Pamanmu yang mana Pras?"
"Oh aku belum pernah cerita. Dia tentara, biasanya tugas di X, tapi sekarang lagi tugas di sini. Ya kebetulan sih! Kebetulan lagi dia punya mobil sendiri pula."
"Waaaa enak tuh, berangkat sama pulang bisa nunut pamanmu!"
"Ya gak selalu sih, kalau pas dia lagi nggak dinas aja. Tapi kalau pagi bisa sih dia antar kita berdua."
"Kita?"
"Iya, kau ikut saja denganku!"
"Sungkan ah sama pamanmu!"
"Eh ngapain sungkan juga, kita kan sahabat! Pamanku nggak nggigit kok! Tuh orangnya datang!"
Aku terkesima ketika melihat paman Pras berjalan mendekati kami. Orangnya masih muda, kira-kira umur tiga puluhan. Jalannya tegap sekali, yah maklum sih tentara... Saat itu ia mengenakan kaos hijau lumut yang agak ketat, aku bisa melihat kedua puting susunya tercetak jelas. Celananya hijau loreng khas angkatan darat. Aku berusaha melihat tonjolan selangkangannya, rasanya agak besar, tapi tersamar celana lorengnya. "Halo Pras," sapa pamannya. "Ini pasti temanmu ya?"
"Saya Sebastian Om," ujarku sambil menjabat tangannya. Jabatan tangannya mantap sekali. "Panggil Tri saja. Jangan Om ah, ketuaan!" Rupanya si om masih berjiwa muda nih. Apa termasuk bagian bawahnya yah... "Oi bro, kok ngelamun aja!" sergah Pras, lalu ia menusuk kontolku dengan cepatnya menggunakan jarinya. Walaupun straight, ia masih sering menggoda kontolku, dan ia tidak pernah merasa jijik memegangnya, bahkan ia pernah mengocok kontolku sampai muncrat. Aku jadi tak perlu sungkan lagi padanya kalau kepergok sedang ngaceng, dan saat itu aku memang agak ngaceng gara-gara mengamati bodi Tri yang aduhai. "Walah lagi ngaceng dia Paman!" seloroh Pras sambil meremas dan menunjukkan batang kontolku dari balik celana seragamku yang sudah agak keras. "Hahaha, jiwa muda memang ya! Bagus lah kalau masih bisa ngaceng! Pria sejati harus bisa ngaceng!" ujar Tri sambil menepuk-nepuk bahuku. Kemudian sambil berbisik tanpa canggung ia meremas-remas kontolku, "Mau kumainin?" Eh? "Walah Paman ini, malah ditambahin horninya...," ujar Pras. "Ntar dilihat orang lain malu lho."
"Ah kan udah sepi ni sekolahmu... Toilet di mana? Bro anterin dong! Pras kau tunggu di sini bentar ya!"
"Aih Paman ya lagi pingin toh? Dasar..."
"Udah kebelet dari tadi nih...," ujar Tri sambil memegangi kontolnya seakan kebelet pipis. "Kau ga mau ikut kah?" ajak Tri sambil memegang kontol Pras. "Daripada kau sendirian di sini! Ikut seru-seruan!"
"Ga seru Paman kalau ketahuan!"
"Tapi benernya kau ya mau kan? Ngaceng juga gini!"
"Ah Paman..." Sepertinya ia malu karena ketahuan ngaceng di depanku. Aku sendiri jarang sekali menyentuh kontol Pras, walaupun beberapa kali aku melihat tonjolannya itu membesar. "Dah ayo, tunjukkan toiletnya!"

Tak kusangka Pras mengantarkan aku dan pamannya menuju toilet di lantai dua (sengaja tidak di lantai satu karena masih ada yang ekskul dan ruang guru ada di lantai satu). Sesuai harapan tidak ada orang di situ. Pras masuk dulu ke salah satu ruangan WC diikuti aku dan Tri. Setelah mengunci pintu, "Berdiri dekat sini, hadap ke pintu," perintah Tri padaku dan Pras, berarti aku berdua membelakangi Tri. "Buka dikit kakinya." Tak lama aku merasakan tangan Tri menggerayangi kontolku dari bawah selangkanganku. Kulirik Pras, ia memejamkan mata dan menikmati permainan tangan Tri di kontolnya. Aku sendiri menikmati tangan Tri di kontolku, gila enak sekali. Bahkan Pras tak bisa memainkan kontolku seenak ini! Kontolku pun bangun dengan segera dan meronta ingin keluar. Tri masih saja memainkan tangannya. Tak lama kemudian aku mendengar bunyi resleting dibuka dan aku merasa udara dingin memasuki celanaku. Aku sempat menggigil karena, "Wah tak pakai celana dalam kau Bro?"
"Iya, nggak bebas rasanya kalau pakai celana dalam." Maka tangan Tri yang agak kasar itu pun langsung menyentuh kontolku. Agak geli karena ia meraba-raba kontolku untuk mengeluarkan batangnya, tapi ia langsung mendapatkannya. "Berbalik sini," perintah Tri. Begitu aku berbalik, ia langsung melahap batang kontolku dan mengisapnya. Aku belum pernah diisap sebelumnya, Pras paling banter hanya mengocoknya saja. Tanpa sadar aku mengerang agak keras. "Enak ya?" ujar Tri, aku hanya bisa mengangguk. Aku melihat Pras, ia hanya mengocok kontolnya, namun ia tidak malu-malu melakukannya. Tri terus intens mengisap kontolku, lidahnya yang kasar tak henti-hentinya menjilat tepian kepala kontolku yang sudah disunat itu. Geli betul. Kontolku terasa keras sekali. Belum puas aku menikmatinya, Tri menghentikan hisapannya dan bertanya, "Kau pernah nge-fuck?" Wah, itu sih hanya dalam mimpi dan dalam video yang kutonton. Mana ada yang mau di-fuck orang sejelek aku? "Belum pernah."
"Fuck me."

Tri pun berdiri dan membuka celana lorengnya itu, mengungkapkan kontolnya yang anehnya belum tegang sama sekali. Entah kenapa bulu jembutnya tipis sekali, mungkin habis dicukur. Ia menyuruhku membuka baju dan duduk di atas WC. Saat itu aku mendengar tipis suara erangan Pras, sepertinya ia mau keluar. Tri sejenak beralih padanya dan ganti mengocok kontol Pras. Anehnya Pras sama sekali tidak merasa jijik kontolnya dikocok pamannya, mungkin kapan-kapan aku harus mencobanya. Tak terlalu lama kemudian Pras pun muncrat, dan Tri menampung seluruh sperma Pras dengan tangannya. Kemudian ia berbalik padaku dan mengoleskan sperma Pras ke batang kontolku yang agak melemas namun dengan segera menegang kembali, apalagi diolesi sperma sahabat karibku. Sperma Pras terasa hangat dan kental, rupanya dijadikan pelumas oleh Tri. Kemudian ia berdiri dekat sekali denganku hingga kontolnya menempel di dadaku. Perlahan ia menduduki kontolku; sensasinya begitu asing namun menyenangkan. Lubang pantatnya begitu sempit; kukira tentara biasanya tidak pernah jadi bot. Tri terus memasukkan batang kontolku sampai masuk seluruhnya, kemudian ia diam menghimpun tenaga. Kumanfaatkan saat itu untuk memainkan kontolnya yang masih lemas itu. Ia mengubah arahnya sehingga kini ia memunggungi aku agar aku lebih leluasa mengocok kontolnya. Setelah kontolnya menegang, ia mulai "mengocok" kontolku dengan bergerak naik turun. Aku hanya melongo dengan gerakannya yang membutuhkan stamina itu karena ia tidak berpegangan pada apapun, hanya bertumpu pada kedua kakinya saja, namun itu bukan masalah bagi tentara seperti Tri. Gesekan kontolku dengan lubangnya yang sempit benar-benar membuatku nyaris lupa daratan. Aku jadi bernafsu ingin mengentotnya sendiri, dan ia sepertinya bisa membaca pikiranku. "Sambil berdiri yuk!"

Perlahan-lahan, agar kontolku tidak keluar dari pantatnya, ia membantuku berdiri. Pras keluar dari kamar itu dan membiarkanku berdua dengan Tri, namun ia tetap berjaga-jaga, siapa tahu ada orang masuk. Setelah posisinya nyaman (Tri sendiri sudah nungging), aku pun mencoba menggerakkan pinggulku maju mundur. Sensasi tadi pun kudapatkan kembali. Yes, akhirnya! Aku yang jelek ini bisa ngentot seseorang, tentara lagi! Aku dan Tri pun tanpa malu-malu mengerang keenakan. Entah apa reaksi Pras di luar sana, tapi kurasa ia diam-diam juga ingin merasakannya.

Sampai mendadak aku mendengar gedoran yang cukup keras di pintu kamar mandi. Awalnya kukira itu Pras yang memberi kode bahwa ada orang. Aku pun mempercepat entotanku, nanggung sekali kalau harus berhenti sekarang. Pras menggedor pintu sekali lagi, kali ini agak sering. Aku dan Tri pun diam, namun aku masih mengobok-obok pantat Tri. Gedoran ketiga datang tepat bersamaan dengan datangnya puncak kenikmatanku, aku muncrat di dalam pantat Tri. Terengah-engah, kubiarkan kontolku memompakan spermaku ke dalam pantat Tri. Setelah tak menyemprot lagi, kukeluarkan kontolku perlahan-lahan. Kami pun dengan segera mengenakan celana dan merapikan diri (entah apa celana Tri bakal basah nanti kalau spermaku keluar dari pantatnya), lalu aku keluar duluan.

Untuk langsung berhadapan dengan satpam sekolahku...





Sumber


Tidak ada komentar:

Posting Komentar